Sejak awal abad 18, orang orang Eropa telah memanfaatkan jalur perdagangan yang berpusat pada pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pesisir utara, termasuk kota Batang. Mereka juga telah mengenal kualitas tanah dan perkebunan yang hebat sepanjang jalur lingkar timur laut ke selatan Batang. Kiranya Pemimpin dan masyarakat Batang dapat belajar untuk mengelola warisan masa lalu ini demi masa depan Batang (catatan diskusi MBB: “Batang Dulu, Kini dan Esok,” dalam Suara Merdeka: 22 Mei 2011)
Tragisnya kemiskinan masih menempati persoalan utama Batang hari ini. Dua kali periode rezim pemerintahan yang mendaku marhenisme sebagai ideologinya, dengan program-program pembangunannya, ternyata juga belum bisa menyentuh persoalan mendasar ini. Sampai akhir 2010, penduduk miskin masih mencapai 77.411 jiwa atau 11,05 persen dari total penduduk Batang sebanyak 809.897. Angka ini baru yang tercatat dalam statistik. Di realitas masyarakat, angka kemiskinan diperkirakan jumlahnya lebih besar lagi.
Kemiskinan ini ternyata bersambung urat dengan kondisi desa-desa tertinggal di Batang. Dari data yang ada, jumlah desa tertinggal di Batang mencapai 123 buah, dari 239 desa dan 9 kelurahan. Ini artinya pemerintahan Bambang Bintoro yang dalam janji kampanye pro wong ndeso juga belum memprioritaskan pembangunan kawasan pedesaan sebagai basis terbesar penanganan kemiskinan. Meskipun ada anggaran dari APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten, namun program-program pengentasan kemiskinan belum terlihat nyata tercapai di lapangan.
Petunjuk lain yang memprihatinkan dari tingginya angka kemiskinan itu adalah masih banyaknya kasus gizi buruk dan busung lapar di Batang. Data Dinas Kesehatan Batang, tercatat ada 99 penderita gizi buruk yang ditemukan sampai Oktober 2010. Mereka tersebar merata di berbagai wilayah di Batang dan berasal dari keluarga miskin. Banyaknya kasus gizi buruk dan busung lapar menunjukkan penanganan kemiskinan tidak maksimal karena aspek mendasar kebutuhan pangan justru belum terpenuhi.
Selain problem utama kemiskinan, Batang juga dihadapkan pada problem-problem lain yang tak kalah krusial. Pada bidang kesehatan, belum ada jaminan yang kokoh dan mudahnya mereka yang lemah dan tak mampu ketika sakit untuk berobat. Pemerintah kabupaten yang mestinya memberikan jaminan kesehatan ternyata masih jauh dari harapan. Program Jamkesda untuk membantu warga miskin berobat masih sering dikeluhkan masyarakat. Di tengah persoalan ketidakpuasan masyarakat akan pelayanan tersebut, tiba-tiba masyarakat dikejutkan dengan kenaikan tarif RSUD Batang lebih dari 300%, pada awal tahun 2011 ini. Sementara pada tingkat ketahanan kesehatan masyarakatnya, juga masih dipenuhi dengan kekurangan makanan dan gizi yang cukup, serta daya tahannya dari berbagai penyakit endemik yang menyerang warga di berbagai desa. Sebutlah serangan penyakit endemik kusta yang kini telah menyebar di sepuluh kecamatan. Hingga Januari 2011, ada tujuh kecamatan yakni Warungasem, Batang, Tulis, Gringsing, Subah, Tersono dan Kandeman yang selama beberapa tahun terus terjadi kasus kusta.Banyaknya kasus penderita HIV/AIDS juga menambah deretan panjang persoalan kesehatan di Batang. Dari data yang ada, jumlah penderita HIV/AIDS diperkirakan sudah lebih dari 120 orang. Angka ini termasuk tinggi, sebab secara teori, jika ada satu orang penderita HIV yang terdeteksi, berarti ada sekitar 100 orang yang belum terdeteksi. Data Komisi Pemberantasan AIDS (KPA) Batang mencatat mereka yang terkena kasus HIV/AIDS bukan hanya mereka yang dekat atau berprofesi di lingkungan rawan penyakit ganas ini; namun juga telah mengena mereka yang di luarnya. Tercatat sudah ada 11 orang ibu rumah tangga dan 3 anak-anak telah tertular HIV. Pensebaran penderita HIV/AIDS juga telah terjadi di hampir seluruh kecamatan, yakni di 13 kecamatan dari 15 keseluruhan kecamatan yang ada di Batang. Ironisnya, meski penderita HIV/AIDS tinggi anggaran di APBD untuk menangani masih sangat minim. Untuk penanganan penyakit infeksi menular seksual (IMS) juga cuma Rp. 12 juta di tahun 2011. Padahal IMS merupakan pintu masuk tertularnya penyakit HIV/AIDS.
Pada bidang pendidikan, Batang sebagaimana daerah lain, ditandai dengan belum meratanya akses pendidikan tingkat menengah atas untuk kebanyakan penduduknya. Hal ini disebabkan karena biaya pendidikan masih relatif tinggi, juga karena problem kemiskinan warganya. Problem pendidikan di Batang juga berkait dengan rendahnya mutu dan prestasi pendidikannya yang secara umum masih menempati peringkat bawah di tingkat propinsi Jawa Tengah.
Pada bidang pengembangan ekonomi, tampaknya potensi ekonomi Batang belum sepenuhnya terkelola dengan baik. Pada kota Limpung di sisi selatan timur, dan Bandar di sisi selatan barat memang telah tumbuh menjadi dua kota satelit yang cukup berkembang, dengan cukup berjalannya ekonomi riil di masyarakatnya dari penampungan berbagai hasil pertanian. Namun penilikan lebih seksama pertumbuhan ekonomi di dua daerah ini belum sepenuhnya kuat. Terutama berkait dengan sifatnya menjadi basis ekonomi pertanian yang benar-benar dapat konstan dan menjamin lebih kesejahtreraan warganya yang mayoritas petani. Sifat perkembangan ekonominya masih bertumpu pada segelintir orang, dan belum dapat keluar dari wilayah permainan tengkulak, serta juga ketergantungannnya de-ngan dinamika pasar di luarnya. Usaha-usaha pengolahan yang mungkin sifatnya dapat menjadi pilar yang lebih kokoh bagi ekonomi pertanian warga nya tampaknya juga belum didorong menjadi basis ekonomi warganya yang lebih mapan. Pengembangan home agro bisnis seperti berjalan di tempat karena belum adanya dukungan yang konsisten dari pemerintah. Sementara untuk kecamatan-kecamatan lainnya terutama yang di pesisir, walau letaknya sangat strategis perkembangan ekonominya sangat lamban. Boleh dibilang pada kecamatan-kecamatan ini meski dilalui jalur pantura yang strategis masih hanya menjadi kota lewatan. Kita hanya masih dikenal hanya dengan Alas Robannya dan bukan yang lainnya yang menunjukkan satu kota dengan adanya produktifitas atau ekowisata yang menjadi tujuan dengan sifat ekonomi yang menjanjikan.
Problem lain yang tak kalah memperihatinkan dan memperparah Kabupaten Batang kini adalah kondisi dan mentalitas birokrasi yang tersandera oleh politik oligarki partai, yang pada dataran tertentu menjadikan birokrasi kurang dapat bekerja dengan penuh daya guna, dan --maaf-- juga sempat menghilangkan kewarasan. Akibatnya, seperti dapat diduga beberapa pembangunan fasilitas dan pelayanan publik sempat tersendat dan bahkan mandeg. Di masa terakhir kepemimpinan Bupati Bambang Bintoro masyarakat dikejutkan oleh banyaknya kasus-kasus korupsi yang diusut oleh Kejaksaan Negeri Batang. Kasus ini telah menyeret beberapa aparat birokrasi, terutama mereka yang menjadi pejabat pembuat komitmen (PPKom) dan rekanan masuk ke penjara. Banyaknya kasus hukum yang terjadi, menunjukkan pada satu sisi kinerja Pemkab terkait korupsi dan penyalahgunaan wewenang cukup memprihatinkan, di tengah masih banyaknya warga miskin yang ada di Batang.
Dengan problem kemiskinan yang masih akut dan juga pada tingkat kesehatan dan pendidikan masyarakatnya yang rendah, serta pada saat yang bersamaan terjadi salah urus pada kinerja pemerintahannya, tidak mengejutkan kemudian jika peringkat IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Batang menempati posisi empat besar terendah di Jawa Tengah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Batang berada di peringkat ke-32 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Batang berada hanya di atas sedikit dari Kabupaten Banjarnegara di peringkat 33, Pemalang di peringkat 34 dan Brebes di peringkat buntut, 35. Dengan angka hanya 69,89, IPM di Batang juga masih di bawah standar rata-rata IPM Jateng yang berkisar pada angka 72,10.
Problem minus perbaikan kesejahteraan sosial-ekonomi di Batang dan lambannya kinerja birokrasi dalam pelayanan publik seperti terurai di atas jelas menunjukkan kegagalan rezim yang berkuasa saat ini. Dalam banyak hal, tampaknya pemenuhan hak-hak sosial ekonomi (kesejahteraan) tidak pernah sungguh-sungguh diniatkan. Perumusan kebijakan publik juga tampak abstrak dan jauh dari persoalan kesejahteraan. Kalaupun terdapat kebijakan yang ‘berbau’ hak-hak sosial ekonomi, kebijakan itu lebih merupakan akibat sampingan dari pada menjadi tujuan utama. Kebijakan itu bukan pertama-tama ditujukan untuk menghormati, melindungi atau memenuhi hak-hak sosial ekonomi warga Batang.
Dalam tataran kebijakan yang paling kongkrit (material) – seperti anggaran – tampak perencanaan dan implementasi anggaran di Batang diperuntukan untuk ‘royal pada diri sendiri’. Anggaran-anggaran belanja pegawai dan kepanitiaan-perjalanan dinas mendominasi seluruh anggaran pemerintahan daerah dibanding dana untuk kepentingan publik. Rata-rata tujuh puluh lima (75%) dari pengeluaran dibelanjakan untuk keperluan para birokrat. Anggaran sejak awal direncanakan lebih banyak untuk para penyelanggara negara dan kroni mereka bahkan kalau mungkin dicurangi untuk setoran–setoran gelap bawah tangan. Langkah-langkah terobosan meningkatkan PAD juga tak tampak. Sementara itu Musrenbang yang dimaksudkan sebagai perencanaan partisipatif tidak lebih dari sebuah festival untuk merayakan demokrasi namun kehilangan substansi partisipasi. Keadaan ini membuat banyak kepala desa malu dan enggan melakukan Musrenbang karena aspirasi warganya yang sudah diusulkan lewat proses Musrenbang tak jelas juntrungnya.
Mempertimbangkan berbagai problema di atas, tanpa mengurangi keterlibatan dan faktor-faktor politik lainnya, perubahan kepimpinan politik Batang ke depan melalui Pemilukada 2011 menjadi sangat menentukan. Dan itu adalah dibutuhkannya kepemimpinan dengan kapasitas transformatif. Konsep kepemimpinan ini, pertama, adalah mereka yang dapat mengambil jarak dengan pusaran rezim oligarki partai yang berkuasa sekarang. Artinya mereka adalah orang atau kalangan yang relatif tidak tersandera dan kritis terhadap gaya politik rezim kini. Namun pada saat yang sama mereka adalah yang memiliki komitmen dan kapasitas untuk merangkul dan tetap bekerjasama dengan banyak komponen kekuatan politik kritis dan masyarakat di Batang. Kedua, mereka adalah yang memiliki kompetensi berkait dengan pemahaman kondisi riil persoalan politik dan akar masalah problem Batang. Ditambah dengan kapasitas berkait dengan modal komitmen politik “memakmurkan Batang”. Komitmen ini berkaitan erat dengan motif berkuasa bukan untuk mencari kekayaan finansial pribadi, dan track recordnya juga relatif bersih dan sudah teruji. Ketiga, transformatif berkait dengan memiliki kapasitas untuk melakukan terobosan pada anggaran dan pembesaran PAD, dan juga pengembangan potensi ekonomi yang ada di Batang.
Konsep kepemimpinan transformatif ini kiranya dapat membantu mendefenisikan beberapa kebutuhan penyelesaian paling dasar dari persoalan di Batang sebagaimana terurai diatas; sekaligus juga mengambarkan kebutuhan minimal dari kepemimpinan alternatif di Batang masa depan.
Pemilukada Batang yang akan berlangsung pada akhir tahun 2011 adalah momentum menentukan untuk hadirnya kepemimpinan transformatif tersebut. Dan mendasarkan pada kompetensi dan modal pasangan Calon Bupati Yoyok-Sutadi (Yodi) sebagaimana tergambar dalam visi misi dan profilenya--lihat lebih detail dibawah--, adalah tepat memenuhi kriteria kepemimpinan jenis ini. Pemikiran dan hati yang jernih karenanya juga tidak dapat menolak sosok mereka berdua sehingga layak didukung serta dipilih untuk membuka jalan dan membawa kapasitas perubahan (transformatif) di kabupaten Batang.
Sekilas Visi dan Misi calon
Gambaran singkat visi Batang dari (YODI) adalah bagaimana ke depan pemerintahan dapat efektif, bersih, dan menguatkan ekonomi daerah, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Batang.Dalam menetapkan visi ini telah dirumuskan beberapa prasyarat (yang dapat juga digambarkan sebagai abstraksi misi dan program dalam bentuknya yang masih sederhana) yang kami anggap penting. Yakni pertama menyangkut perlunya sejak awal bersama-bersama membangun Batang dengan konsolidasi multi stake holder. Konsolidasi dikembangkan baik pada tataran birokrasi ke bawah dan ke samping, kelompok prosefional-asosiasi seperti guru, pengusaha, ormas keagamaan, maupun masyarakat politik, sampai kelompok sektoral (petani, buruh dan nelayan). Kami (paslon) nggak bisa bekerja sendiri tanpa kerjasama dan dukungan semua komponenen yang tersebut di atas. Di sini termasuk juga kebutuhan membangun komunikasi yang intensif dengan parlemen daerah sebagai mitra yang amat penting. Kedua kebutuhan membangun mentalitas baru birokrasi agar bisa bekerja penuh daya guna. Ini memang didasarkan pada kenyataan kondisi internal birokrasi di Batang sekarang yang sering dihadapkan pada kenyataan untuk berpikir minimalis, (kita cukupkan yang ada ajalah). Boro boro membuat terobosan, mau melangkah dan bekerja saja banyak sribetannya. Mentalitas birkorasi kita lebih didasarkan sifat frustasi, sementara masyarakat cenderung apatis. Ini dapat dipahami pada aras struktural memang menyebabkan situasi lebih menyandera dan menghilangakan kewarasan ( dampak elit capture dan oligarki partai). Pointnya bagaimana birokrasi dapat bekerja penuh daya guna. Termasuk disini memberikan porsi penguatan pada birokrasi desa dengan memberikan penguatan kompetensi,ketrampilan, dan penghargaan honor yang memadai pada perangkat desa. Suasana harus dibentuk agar orang bisa bekerja itulah yang terpenting. Kita harus hentikan kabupaten ini kabupaten milik satu partai apalagi keluarga. Harus dibangun mentalitas baru dan rencana rencana strategis baru.
Ketiga, bahwa kita harus berangkat dari kondisi obyektif-subyektif Batang di berbagai bidang strategis dan mendasar, dengan rumusan akar persoalannya, dan harus berani melakukan berbagai kebijakan terobosan dalam hal-hal menyangkut kebutuhan dasar rakyat (aspek pendidikan, kesehatan dan pengembangan ekonomi rakyat). Secara strategis akan diwujudkan bagaimana sustainaibelitas lulusan anak didik tingkat menengah pertama ke menengah atas dengan mengembangkan dukungan nyata pembangunan fasilitas pendidikan baru, yang variatif-kreatif. Pun demikian pada dukungan yang lebih nyata pada penguatan pendidikan life skills (kecakapan hidup) yang mencakup aspek kecakapan personal (budi pekerti/akhlak), social, akademik dan vocasional. Sementara pada bidang kesehatan bagaimana mewujudkan jaminan yang kokoh dan mudahnya mereka yang lemah dan tak mampu ketika sakit untuk berobat dengan pelayanan yang prima pada puskemas dan RSUD; dan juga pengembangan variatif daya ketahanan kesehatan masyarakatnya melalui pemenuhan dan pengelolaan yang lebih intensif pada kebutuhan dasar pangan. Pada bidang kesehatan ini juga tak kalah penting kita akan memberikan dukungan yang nyata baagi penambahan dan perluasan program Jampermas (Jaminan Persalinan Massal).
Dalam kaitan pengembangan ekonomi tentu kita harus banyak menggalang investasi dari luar. Tapi pada saat bersamaan tampaknya harus kita mulai dengan mengembangkan investasi yang kita punya yakni resource dan sumberdaya alam dan keaneka ragaman kita sendiri (Limpung-Bandar, dua kecamatan satelit wilayah selatan). Kita harus menyadari dalam kontek ini selalu bilang susah, meski yang sebenarnya yang terjadi, adalah karena kita dipaksa oleh cara berpikir (mindset) untuk kita telantarkan dan musnahkan sumberdaya itu.
Di kota akan dikembangakn sektor informal dan jasa serta industri pengelohan yang kuat. Pada aras pesisir dipikirkan betul bagaimana merevitalisasi dan mengamankan pendapatan nelayan. Sementara pada aras rural (desa) kami akan melakukan terobosan dengan budidaya pertanian yang lebih masif namun sadar lingkungan, dan serentak dengan ini membangun home industri pengolahan hasil hasil pertanian. Terakhir adalah bagaimana penjagaan pada suasana damai namun dinamis dengan mengembangkan komunikasi yang intensif antar berbagai kelompok masyarakat di batang sebagai bagian dari menjunjung tinggi HAM dan menghormati kebebasan berpendapat dalam masyarakat.

4 komentar:
Selamat atas terpilihnya sebagai Bupati dan Wakil Bupati Batang untuk periode 2012-2017 dan jangan lupa kepada kalangan Pekerja/Buruh se Kabupaten Batang.
Kami segenap Pekerja yang tergabung dari SPTSK-SPSI PT.PRIMATEXCO INDONESIA. Mengucapkan selamat atas terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati Batang, Tahun 2012-2017.
Saya Mewakili Keluarga Dari Ibu Pak Yoyok Mengucapkan Selamat ATAS TERPILIHNYA MENJADI Bupati Batang.
Selamat Bapak Telah terpilih sebagai lokomotif Kereta Api Batang. Sebagai warga yang baik saya dukung program percepatan pembangunan demi kesejahteraan rakyat Batang. Hidup Yodi... Jayalah Batang.
Posting Komentar